Baleg Mulai Bahas Kembali RUU Keuangan Negara
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mulai membahas Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. RUU ini sebetulnya juga telah masuk di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2011, dan diluncurkan kembali di Prioritas 2012.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Baleg Dimyati Natakusumah pada Rapat Baleg, Rabu (18/1) di gedung DPR.
Dimyati mengatakan, pada pembahasan tahun lalu ternyata dalam rapat-rapat ada masukan-masukan berharga dari pakar-pakar dan stakeholders yang diundang untuk memberikan masukan.
Para pakar mengatakan, dari beberapa teori terkait dengan keuangan negara ada pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tentunya, kata Dimyati, dengan masukan ini perlu dilakukan kajian lebih mendalam berkenaan dengan pemisahan kekuasaan tersebut.
Beberapa pakar juga mengatakan, kekuasaan eksekutif di bidang keuangan negara untuk saat ini dinilai terlalu powerfull.
Jadi, kata, Dimyati, sebelum melakukan pembahasan lebih jauh perlu dipikirkan secara matang apakah perubahan UU Nomor 17 Tahun 2003 ini dilakukan secara radikal atau perubahannya soft saja.
Jika dilakukan perubahan secara radikal ini menjadi tugas berat, karena akan banyak keluar dari pemikiran kita atau kebiasaan yang ada. Dan jika terjadi perubahan secara radikal akan banyak tantangan yang dihadapi. Belum tentu semua orang bisa satu persepsi. “Menyatukan satu persepsi di DPR ini kan berat,” kata Dimyati.
Maka kalau kita ingin menyelesaikan perubahan UU ini secara cepat ini akan mengalami kesulitan karena persepsinya yang berbeda-beda.
Dimyati sependapat usulan yang disampaikan beberapa anggota Baleg bahwa pembicaraan awal dari perubahan RUU ini perlu pendalaman di masing-masing fraksi.
Sementara anggota Baleg Didi Irawadi mengatakan, Baleg harus mengawal pembahasan RUU ini, karena revisi UU ini memang tugas berat, selain juga mengawal pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Namun dia mengusulkan, jika ditawarkan perubahan apakah dilakukan secara radikal atau soft saja, maka sebaiknya dilakukan kedua-duanya agar UU ini nanti berlaku efektif.
Pada kesempatan yang sama, anggota Baleg Edi Mihati menambahkan, UU ini sejak periode lalu sudah dibahas dan bahkan periode sebelumnya pun sudah muncul, akan tetapi tidak pernah selesai. “Saya agak pesimis karena jika dilakukan perubahan secara radikal Pemerintah mestinya juga akan berupaya untuk mempertahankan UU ini,” katanya. (tt)